HIDUP DI DUNIA PENUH MAKNA
By : NANIK DWI NURHAYATI BASID, MSI
Ketahuilah bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, oleh karena itu marilah kita pergunakan hidup ini agar lebih bermakna !
MARILAH KITA BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN DAN TAQWA
Firman Allah : ‘Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah’. ( QS 31 : 33).
Melalui ayat ini, Allah ingin
membuka cakrawala kita tentang dunia, supaya kita tidak terpedaya. Sebaliknya,
Allah juga memberitahukan kepada kita, kiat manjadikan hidup di dunia menjadi
penuh makna.
Kiat manjadikan hidup di dunia menjadi
Penuh Makna
Pertama, Allah memanggil semua
manusia untuk bertakwa kepadaNya. Hal ini mengisyaratkan bahwa maqom (kedudukan
spiritual) sebagai muttaqin, terbuka untuk siapa saja. Di sini juga kita
menemukan tentang sejatinya sifat kasih Allah yang tidak membeda-bedakan. Semua
manusia, semuanya dipanggil, tidak berdasarkan strata sosial apa pun.
Kedua, Allah memperingatkan agar manusia
takut pada suatu hari yang tidak ada tolong menolong lagi. Di sini dipakai
istilah ‘hari ketika seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan
seorang anak tidak dapat menolong bapaknya sedikitpun’. Kendati tidak
disebutkan nama harinya atau waktunya, bahwa hari yang dimaksudkan adalah hari pengadilan di padang mahsyar, yakni ketika semua
manusia dikumpulkan dan dihadapkan pada pengadilan Allah SWT. Pada hari itu,
semua manusia menjadi egois, tidak sempat memikirkan orang lain, mereka sibuk
memikirkan pertanggungjawabannya sendiri kepada Allah. Tidak ada lagi tolong
menolong.
Hal ini bermakna, bahwa kita
harus memanfaatkan semaksimal mungkin waktu hidup kita di dunia, karena di
dunia inilah kesempatan satu-satunya yang kita miliki untuk saling menolong.
Ketika di dunia inilah, seorang bapak wajib menolong anaknya dan seorang anak
wajib pula menolong bapaknya. Tolong menolong yang dimaksudkan oleh Allah
adalah : ‘ta’awanu ‘alal birri wat taqwa’ – tolong menolong dalam hal
kebaikan dan takwa – ‘wa la ta’awanu ‘alal istmi wal ‘udwan’ – dan
bukan tolong menolong dalam keburukan – itu yang harus kita kerjakan.
Ketiga, Allah memastikan bahwa janjiNya pasti benar.
Artinya, Allah tidak akan mengingkari janjiNya. Itulah sebabnya, manusia
diingatkan tentang pentingnya saling menolong selagi masih di dunia, karena
ketika kehidupan dunia ini berakhir, akan diganti dengan kehidupan lain yang
abadi, yaitu kehidupan akhirat.
Hidup di dunia ini ada akhirnya, begitu janji Allah yang tidak akan diingkari
oleh Allah. Kehidupan dunia akan berakhir. Dan begitu kehidupan dunia ini
berakhir, maka dimulailah kehidupan akhirat. Ada kehidupan lain yang disebut
akhirat. Itupun janji Allah, dan janji Allah pasti benar.
Keempat, karena janji Allah pasti
benar, maka Dia mengingatkan, ‘janganlah sekali-kali kehidupan dunia ini
memperdayakan kamu’. Allah mengingatkan supaya kita tidak tertipu oleh
kehidupan dunia. Mengapa ? ‘Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia
dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka
di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan’.
( QS 11 : 15 ). Ini yang disebut istidraj, yaitu pemberian Allah yang tidak
disertai dengan kebaikan, untuk membuat manusia terpesona hingga lupa kepada si
pemberi, yaitu Allah. Ini pula yang disebut sebagai tipudaya kehidupan dunia,
sehingga manusia lupa bahwa setelah hidup di dunia ada akhirat. Kalau ketika di
dunia kita lalai bertolong-menolong, maka nanti di akhirat, sudah tidak ada
waktu lagi untuk saling menolong. Sehingga Allah memberitahu kita : ‘Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di
akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang
telah mereka kerjakan’. ( QS 11 : 16 ).
Kelima, Allah mengingatkan supaya
kita tidak terperdaya oleh penipu, yaitu syaitan, dalam memahami Allah. Yang
dimaksudkan dengan memahami Allah di sini adalah memahami hakikat asmaNya,
hakikat sifatNya, hakikat af’alNya dan hakikat zatNya, sehingga dengan demikian
kita akan memahami hakikat kehendak Allah yang harus kita patuhi.
Dengan ini pula kita diingatkan
bahwa kepatuhan kepada Allah hanya mungkin dapat terlaksana dengan baik,
manakala kita mampu memahami hakikat kehendakNya, yang berarti pula memahami
hakikat perintah dan laranganNya. Kita diingatkan untuk menjadi lebih arif,
tidak terjebak oleh pemahaman tekstual dari kitab suci maupun hadist. Kita
harus Menemukan makna hakikat dari teks al Quran dan hadist supaya kita
berhasil menemukan roh atau jiwa dari perintah dan larangan Allah maupun RasulNya.
Supaya kita terhindar dari virus penyakit yang ditebarkan oleh iblis dan
keturunannya yang gagal memahami hakikat perintah Allah untuk bersujud pada
Adam.
Iblis menolak, karena ia hanya
melihat Adam secara tekstual, Adam secara jasad yang diciptakan oleh Allah dari
tanah. Iblis tidak mampu melihat hakikat Adam, yakni roh yang ditiupkan Allah.
Roh Adam yang berasal dari Allah, merupakan bagian dari Allah di situlah letak
kemuliaan Adam dan anak keturunannya, yakni umat manusia, termasuk kita sekarang.
Karena Iblis terhijab, sehingga
gagal memahami hakikat Adam, maka dia diusir dari sorga oleh Allah. Inilah
pelajaran yang sangat berharga, agar kita mampu mencerap hakikat dari perintah
dan larangan Allah sehingga kita mampu menghidupkan jiwa ibadah yang benar
dalam hidup kita.
Wallohua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar