بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
A. Hakikat : Mengapa kita ada di dunia ini ?
Saudara-saudara yang dirahmati Allah,
Ketahuilah ! sesungguhnya kita tidak dibiarkan
begitu saja di dunia ini, tanpa tujuan maupun arahan. Kita harus tahu mengapa
kita ada di dunia ini. Oleh karena itu, ada 5 hakikat hidup yang benar-benar
harus kita sadari.
5 hakikat hidup
1. Tujuan Allah menciptakan manusia untuk merahmati
Inilah sebagai dasar/fitrah manusia. Allah menciptakan manusia butuh dan bergantung kepada rahmat Allah. Sebagaimana seluruh makhluk lain dirahmati Allah untuk menunjukkan kebesaran-Nya. Oleh karena itu, Allah jadikan manusia lemah. Lebih lemah dari cobaan dan godaan di dunia. Namun rahmat Allah terutama petunjuk-Nya, jauh lebih kuat dari semua cobaan dan godaan itu. Sehingga manusia akan selamat jika menerimanya. Allah berfirman :
“Jika Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahanam
dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” [Hud (11) : 118-119]
Kenyataannya banyak manusia sombong mengakui
fitrahnya yang lemah dan butuh kepada Allah. Akibatnya mereka selalu berselisih
hingga berperang. Baik dalam urusan agama maupun dunia. Padahal semuanya merasa
benar. Faktanya mereka mengikuti hawa nafsunya yang telah ditipu oleh syaitan.
Kecuali orang yang mengakui fitrahnya dan mengikuti petunjuk Allah. Allah
berfirman :
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa
yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh
mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun
dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,
tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” [An-Nur (24) : 21]
Oleh karena itu, sadarilah fitrah kita yang lemah
dan butuh kepada Allah. Serta mohonlah petunjuk dan
ampunan-Nya agar kita beruntung.
2. Tujuan manusia diciptakan Allah untuk mengabdi (ibadah)
Inilah tujuan manusia. Allah menciptakan jin dan manusia, dua makhluk yang diberi kehendak untuk memilih beriman atau kafir, untuk mengabdi dan membesarkan Allah. Sebagaimana makhluk lainnya yang taat mengabdi kepada tuhan yang telah menciptakan dan memberikan rahmat kepada mereka. Allah berfirman :
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” [Adz-Dzariyat
(51) : 56]
Oleh karena itu, hendaknya hidup kita semata-mata
untuk menghambakan diri kepada Allah. Bukan untuk beribadah kepada selain-Nya. Bukan
pula untuk tujuan-tujuan duniawi yang sempit. Inilah perintah pertama kepada manusia di setiap
masa. Ini pula perintah pertama dalam Al-Quran. Allah berfirman :
Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang
sebelum kalian, agar kalian bertakwa. [Al-Baqarah (2) : 21]
Ayat ini menerangkan pula dasar dan tujuan ibadah. Dasar Allah disembah karena Dia
yang menciptakan manusia dan para leluhur kelahirannya. Sedangkan tujuan
manusia menghambakan diri agar menjadi orang bertakwa, yaitu orang yang taat
kepada Allah dan petunjuk-Nya sehingga ia selamat.
3. Kedudukan manusia di bumi sebagai khalifah
Inilah kedudukan manusia. Allah menjadikan manusia berkuasa berbuat di bumi sesuai kehendaknya untuk dilihat perbuatannya. Serta untuk menunjukkan kebesaran dan kemurahan Allah, dimana makhluk yang fitrahnya merusak dan bodoh justru tunduk kepada tuhan yang belum pernah dilihatnya serta berbuat kebaikan karena-Nya. Allah berfirman :
Dan Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". [Al-Baqarah (2) : 30]
Inilah yang membuat malaikat yang suci dan dekat
dengan Allah diperintahkan sujud kepada manusia (adam). Namun manusia diberi
pula fitrah tauhid (mengesakan Allah) serta dikaruniai akal oleh Allah untuk
memahami petunjuk-Nya. Maka barang siapa yang ‘menggunakan’ akal justru untuk
menentang Allah serta menolak fitrah tauhidnya maka dia telah merugikan dirinya
sendiri. Allah berfirman :
Dia-lah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa yang kafir, maka
(akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir
itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka. [Fathir (35) : 39]
Inilah yang membuat manusia lebih buruk dari hewan
ternak yang tidak diberi akal oleh Allah. Maka kita hendak menjadi apa ? Apakah
yang dimuliakan melebihi malaikat atau yang dihinakan melebihi hewan ternak ?
4. Kedudukan dunia dan seisinya sebagai ujian
Inilah ujian bagi manusia. Sesungguhnnya semua yang datang kepada manusia di dunia sebagai ujian dari Allah. Mulai dari dirinya, hartanya, keluarganya, manusia lain, seluruh alam serta umur, nasib, petunjuk dan kesesatan adalah ujian untuk dilihat apa yang diperbuat manusia dengan pemberian itu. Allah berfirman :
Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. [Al-Kahfi
(18) : 7]
Allah menguji manusia berbeda-beda dengan ujian
yang berbeda-beda pula, baik kebaikan ataupun keburukan, kelebihan maupun
kekurangan. Apakah manusia akan menghadapi ujian tersebut sesuai kehendak
Pemberi ujian (Allah) atau ia termasuk orang-orang yang gagal. Allah berfirman
:
Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu
dikembalikan. [Al-Anbiya (21) : 35]
Oleh karena itu, kebaikan bukan sesuatu yang kita
rasa baik kecuali syukur dan sabar. Demikian pula keburukan bukan sesuatu yang
kita rasa buruk melainkan kufur dan putus asa. Karena sesungguhnya segala hal
di dunia ini bukan sekedar perkara lahir dan ilmiah (sebab akibat) saja. Namun
perkara batin dan ilahiah (ketuhanan) justru menjadi dasar dan tujuannya.
5. Tujuan dan kedudukan akhir manusia kembali kepada Allah dan akhirat
Inilah akhir kembalinya manusia, dikembalikan kepada Pemilik dan kampung halamannya. Agar dibalas semua perbuatannya di dunia dan ditegakkan keadilan sebenar-benarnya. Allah berfirman :
Hanya
kepada-Nya-lah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada
Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian
mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi
pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal shaleh
dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan
adzab yang pedih disebabkan kekafiran mereka. [Yunus (10) : 4]
Barang siapa yang sadar dan mengejar akhirat yang
kekal, niscaya ia akan kembali dengan pengembalian yang baik. Namun barang
siapa yang tertipu oleh kehidupan dunia yang semu ini dan lalai terhadap
akhirat maka ia akan kembali dengan pengembalian yang buruk. Inilah orang bodoh
yang mengorbankan kehidupan yang kekal dan mulia hanya untuk dunia sedikit.
Allah berfirman :
Dan tiadalah
kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya
akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. [Al-Ankabut : 64]
Oleh karena itu, bukan di sini tempat kita
sesungguhnya. Dunia ini hanya sebagai ujian untuk mengumpulkan bekal ke
akhirat. Maka kejarlah dunia ini untuk akhirat, bukan mengejar dunia dan
akhirat.
Catatan
Gabungan
Demikianlah kelima hakikat kehidupan kita di dunia,
yang Allah terangkan melalui petunjuk-Nya yang mulia, Al-Qur’an. Dalam Al-Quran
pula Allah tegaskan kelima hakikat ini secara bersamaan, yaitu dalam lima ayat
terakhir surat Al-An’am. Allah berfirman :
Katakanlah:
"Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus,
(yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah
termasuk orang-orang yang musyrik". [Al-An’am (6) : 161]
Inilah dasar manusia, membutuhkan rahmat dan
petunjuk Allah untuk menjalani kehidupannnya. Kemudian Allah berfirman :
Katakanlah:
"Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)". Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain
Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. [Al-An’am (6) : 162-164]
Inilah tujuan manusia, menyerahkan seluruh
hidupnya untuk mengabdi kepada Allah dengan penuh ketundukan dan kemurnian.
Dilanjutkan oleh firman-Nya :
Dan tidaklah
seorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri;
dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu
perselisihkan". [Al-An’am (6) : 164]
Inilah akhir dari manusia, dikembalikan kepada
Allah untuk dibalas sesuai amalnya. Serta untuk ditegakkan keadilan dan
kebenaran dan dimenangkan orang-orang yang mengikuti petunjuk kebenaran dan
menyesal orang-orang yang berpaling darinya. Selanjutnya Allah berfirman :
Dan Dialah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi [Al-An’am (6) : 165]
Inilah kedudukan manusia, sebagai makhluk yang
diberi kuasa berbuat sesuai kehendaknya untuk dilihat perbuatannya. Kemudian
firman-Nya :
dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. [Al-An’am (6) : 165]
Inilah ujian bagi manusia, diuji satu sama lain
dengan perbedaan derajat yang Allah berikan. Tujuannya untuk dilihat bagaimana
ia menghadapi ujian sesuai derajatnya, bukan dilihat derajat yang diberikan.
Diakhiri dengan firman-Nya :
Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. [Al-An’am (6) : 165]
Inilah akhir manusia, dikembalikan kepada Tuhannya.
Barang siapa ingkar di dunia ini maka Allah amat cepat siksaan-Nya. Sedangkan
barang siapa yang memulai hidupnya dengan rahmat Allah (petunjuk), menjalaninya
dengan rahmat (pertolongan) maka akhirnya akan mendapat rahmat pula (pahala dan
ampunan).
Hakikat terbesar
Inilah hakikat terbesar hidup manusia, untuk dirahmati, untuk itu manusia diciptakan Allah. Hakikat ini kunci pembuka hakikat-hakikat lainnya. Karena dengannya manusia mengetahui dan menjalani kehidupannya dengan benar serta berakhir dengan benar pula.
Hakikat terbesar ini justru berasal dari tujuan
Allah, bukan dari tujuan manusia (ibadah). Karena ibadah semata-mata untuk
manusia sendiri dan Allah tidak membutuhkannya. Allah berkehendak menunjukkan
kebesaran dan kemurahan-Nya. Maka Allah jadikan dasar penciptaan (fitrah)
manusia bergantung kepada-Nya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang melupakan
Penciptanya serta tujuan-Nya maka ia akan lupa pula siapa dirinya. Allah
berfirman :
Dan janganlah
kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka
lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.
[Al-Hasyr (59) : 19]
Pada ayat berikutnya Allah membuat perbandingan akibat
orang yang ingat Penciptanya dengan yang lupa. Allah berfirman :
Tiada sama penghuni-penghuni
neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah
orang-orang yang beruntung. [Al-Hasyr (59) : 20]
Kemudian ayat berikutnya Allah menegaskan sebab
manusia mengenal Tuhan dan dirinya, yaitu tunduk menerima rahmat dan petunjuk-Nya
yang agung, yaitu Al-Qur’an. Allah tegaskan dengan perumpamaan yang dahsyat
dalam firman-Nya :
Kalau sekiranya
Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya
tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan
itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. [Al-Hasyr (59) : 21]
B. Kesimpulan hakikat
Hakikat kehidupan adalah ujian keimanan
Kesimpulan dari lima hakikat diatas bahwa kehidupan ini adalah ujian keimanan. Manusia diuji dalam hidupnya untuk menjalankan dua tujuan penciptaannnya, yaitu dirahmati (mengikuti petunjuk) dan beribadah (menghambakan diri) kepada Allah. Keduanya merupakan inti keimanan serta bukti nyata pengakuan iman seseorang. Allah berfirman :
Apakah manusia
itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [Al-Ankabut
(29) : 2-3]
Adapun ujian yang dimaksud terkait kedudukan
manusia dan dunia. Sebagai khalifah, manusia akan dilihat kehendaknya terhadap
ujian dunia. Apakah ia akan mengikuti petunjuk Allah dan mencari ridha-Nya melalui
ujian tersebut atau ia ingkar. Allah berfirman :
Dan katakanlah:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir". [Al-Kahfi (18) : 29]
Inilah hakikat kehidupan kita, sebagai ujian dari
Allah. Sesungguhnya segala urusan berasal dari Allah. Kemudian akan kembali
kepada Allah. Dia-lah pemilik segala urusan. Kemudian Dia pula yang akan
memberi balasan. Inilah tujuan dan kedudukan akhir manusia.Oleh karena itu,
kita harus menyadari bahwa segala urusan kita hakikatnya kepada Allah, bukan
kepada orang lain atau diri sendiri.
Rincian tugas manusia
Lima hakikat diatas menjelaskan pula rincian dasar-dasar tugas manusia dalam menjalani ujian keimanan ini, antara lain :Hak dan kewajiban
Pertama yaitu hak dan kewajiban antara manusia dan Penciptanya. Hak dan kewaiban ini berasal dari dua tujuan penciptaan manusia. Dari tujuan Allah merahmati manusia, Allah menetapkan bagi diri-Nya sendiri kewajiban untuk merahmati. Allah berfirman :
Katakanlah:
"Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Katakanlah:
"Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas diri-Nya rahmat.
Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada
keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya (menolak rahmat),
mereka itu tidak beriman. [Al-An’am (6) : 12]
Sedangkan tujuan manusia menyembah Allah menjadi
kewajiban utama bagi manusia. Allah berfirman :
Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [Al-Bayyinah
(98) : 5]
Setiap kewajiban merupakan hak bagi pihak lain. Oleh
karena itu, menjadi hak Allah untuk disembah oleh manusia dan hak manusia
dirahmati oleh Allah. Sebagaimana sabda rasululllah :
Dari Mu'az bin
Jabal r.a., katanya: "Saya ada di belakang Nabi s.a.w. ketika menaiki
seekor keledai, lalu beliau bertanya: "Hai Mu'az, tahukah engkau, apakah
hak Allah atas sekalian hamba-Nya dan apakah hak hamba-hamba itu atas
Allah?" Saya menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya hak Allah atas semua
hamba-hamba-Nya yaitu mereka itu menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu
dengan diri-Nya, sedang haknya hamba-hamba atas Allah ialah Allah tidak akan
menyiksa siapa saja yang tidak menyekutukan sesuatu dengan diri-Nya." Saya
lalu berkata: "Bukankah baik sekali jika berita gembira ini saya
beritahukan kepada seluruh manusia?" Beliau bersabda: "Janganlah
engkau beritahukan kepada mereka sebab mereka nantinya akan menyerah
bulat-bulat (tidak beramal)." [HR Bukhari dan Muslim]
Amanat dan wewenang
Kedua tentang amanat dan wewenang bagi manusia. Yaitu berasal dari kedudukan manusia dan dunia. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berbuat sesuai kehendaknya. Sebagaimana firman Allah :
Perbuatlah apa
yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
[Fushshilat (41) : 40]
Sedangkan sebagai ujian, Allah menjadikan perkara
dunia ini sebagai amanat yang harus ditunaikan. Allah berfirman :
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat dzalim dan amat bodoh, [Al-Ahzab (33) : 72]
Oleh karena itu, kehendak yang merupakan wewenang
dari Allah tidak bisa lepas dari amanat (tanggung jawab) yang dibebankan oleh
Allah. Karena amanat dan wewenang itulah yang akan diminta pertanggung-jawabannya.
Sebagaimana Allah berfirman :
Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, [Al-Muddatsir (74) : 38]
Nilai dan balasan
Terakhir adalah nilai dan balasan dari
tugas yang dibebankan kepada manusia. Manusia aka dinilai perbuatannya oleh
Allah. Apakah ia termasuk orang-orang yang dinilai sebagai orang beriman dan
berbuat kebaikan atau termasuk orang kafir dan mendustakan kebenaran dari
Allah. Kemudian ia akan dibalas sesuai nilai amalannya. Yaitu masuk ke dalam
syurga atau malah diadzab di neraka. Allah berfirman :
Kekuasaan di
hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka. Maka
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh adalah di dalam surga yang penuh
kenikmatan. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, maka
bagi mereka adzab yang menghinakan. [Al-Hajj (22) : 56-57]
Visi, misi dan tujuan hidup
Lima hakikat hidup diatas menjadi dasar utama
kehidupan manusia. Barang siapa yang menjadikannya sebagai dasar maka hidupnya
sesuai dengan tujuan yang Allah gariskan. Dua tujuan penciptaan adalah sebagai
visi kehidupan. Adapun dua kedudukan sebagai misinya. Sedangkan satu tujuan dan
kedudukan akhir adalah tujuan utamanya.
Oleh karena itu, inilah visi, misi dan tujuan
kehidupan manusia :
VISI
- Menjadi
manusia yang dirahmati Allah (bergantung kepada Allah); mendapat petunjuk,
pertolongan, rahmat dan ampunan Allah.
- Menjadi
sebenar-benarnya hamba Allah; hidup hanya untuk menghambakan diri kepada Allah.
MISI
- Meletakkan
kehendak sesuai kehendak dan keridhaan Pemberi kehendak (Allah).
- Menghadapi
ujian di dunia sesuai kehendak dan keridhaan Pemberi ujian (Allah).
TUJUAN
- Kembali
kepada Allah dan akhirat (syurga)
C. Konsekuensi : Apa yang harus kita lakukan?
Saudaraku sekalian ! setelah kita mengetahui
tentang hakikat hidup ini, kita harus tahu pula apa yang seharusnya kita
lakukan. Kewajiban yang harus kita jalankan di dunia ini tidak lain adalah
konsekuensi kelima hakikat kehidupan.
2 kewajiban utama
Ada dua kewajiban utama yang harus dilakukan
manusia. Dari tujuan hidup untuk dirahmati dan ibadah kepada Allah, maka wajib
bagi kita beriman kepada Allah, yaitu bergantung dan ibadah hanya kepada Allah.
Sedangkan dari kedudukan manusia sebagai khalifah dan dunia sebagai ujian maka
wajib bagi kita bertakwa kepada Allah, yaitu taat kepada kehendak dan keridhaan
Allah.
Itulah dua kewajiban utama manusia yaitu beriman
dan bertakwa. Sebagaimana Allah berfirman :
Karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. [Ali Imran (3) : 179]
Pada ayat diatas, perintah beriman kepada Allah
bermaksud kepada menyembah Allah. Sedangkan beriman kepada rasul-Nya bermaksud
untuk dirahmati Allah berupa petunjuk. Seperti dalam ayat yang lain pula Allah
berfirman :
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya
Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya
yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [Al-Hadid (57) : 28]
Yang dimaksud rahmat dua bagian adalah petunjuk
dan ampunan Allah. Itulah balasan bagi orang yang beriman. Sehingga tidak ada
kekhawatiran bagi mereka. Karena setiap orang yang beriman dan bertakwa adalah
wali Allah. Dan Allah selalu menolong wali-Nya. Allah berfirman :
Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan
(dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. [Yunus
(10) : 62-64]
Bahkan bila yang beriman dan bertakwa adalah
penduduk suatu negeri maka Allah akan menurunkan keberkahan (rahmat yang
banyak) kepada negeri tersebut. Demikian pula sebaliknya sebagaimana firman
Allah :
Jika sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [Al-A’raf (7) : 96]
Itulah dua kewajiban utama bagi manusia. Oleh
karenanya, ada dua hari raya dalam agama ini. Idul Adha lebih untuk keimanan
dan Idul Fitri lebih kepada ketakwaan.
1. Iman
Yang dimaksud beriman adalah meyakini kebenaran dari Allah dan tunduk menerimanya kemudian membenarkannya dengan amalan lahir sebagai bukti dan konsekuensinya. Inilah yang Allah perintahkan seperti firman-Nya :
Wahai manusia,
sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa)
kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu.
Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun)
karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah.
Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [An-Nisa (4) : 170]
Oleh karena itu, hendaklah kita menjawab seruan
iman ini. Karena sesungguhnya iman itu untuk diri kita sendiri. Yaitu kita
mendapat petunjuk dan ampunan dari Allah. Sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang
beriman terdahulu dalam firman Allah :
Ya Tuhan kami,
sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu):
"Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan
kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang
berbakti. [Ali Imran (3) : 193]
Inti dari keimanan adalah dua tujuan penciptaan
manusia yaitu dirahmati Allah dan berserah diri kepada-Nya. Itulah tauhid,
bergantung dan ibadah hanya kepada Allah. Inilah yang menjadi inti agama Islam
dan inti dari Al-Quran. Pada surat Al-Fatihah ayat lima yang merupakan inti
Al-Quran disebutkan :
Hanya kepada
Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan
[Al-Fatihah (1) : 5]
Untuk tujuan tauhid ini Allah menurunkan petunjuk,
mengutus rasul dan mensyariatkan agama ini. Agar manusia dirahmati apabila
berserah diri kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya :
Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah:
"Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah
diri (kepada-Nya)". [Al-Anbiya (21) : 107-108]
2. Takwa
Makna iman diatas bersifat umum, dimana mencakup takwa dan amal shaleh. Takwa adalah jembatan antara iman dan amal shaleh. Keyakinan (iman) amal menghasilkan perbuatan (amal) jika ada kehendak mengikuti keyakinan itu (takwa). Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk selalu bertakwa sekuat tenaga. Sebagaimana firman Allah :
Maka bertakwalah
kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
[At-Taghabun (64) : 16]
Inti takwa berasal dari kedudukan manusia sebagai
khalifah dan dunia sebagai ujian. Agar kita berhati-hati dalam menjalani ujian
dunia ini. Sebagaimana sabda rasulullah :
Dari Abu Said
al-Khudri dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sabdanya : ”Sesungguhnya
dunia itu manis lagi hijau (menggiurkan) dan sesungguhnya Allah menjadikan
kalian penguasa di atasnya lalu Dia memperhatikan apa yang kalian perbuat.
Karenanya takutlah kalian kepada (fitnah) dunia dan takutlah kalian dari
(fitnah) wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama (yang menghancurkan) Bani
Israil adalah dalam wanita.” [HR. Muslim]
Cara bertakwa adalah menjalankan ujian dunia
dengan rahmat Allah (petunjuk, dll) dalam rangka ibadah kepada Allah. Dengan
kata lain, menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Oleh karena
itu takwa disebut jembatan antara iman dan amal shaleh.
Maka dari itu, perintah takwa adalah perintah dan
wasiyat paling agung khusus hanya bagi orang-orang yang beriman. Serta menjadi
syarat syah sebuah khutbah dan nasehat kepada orang yang akan bepergian. Karena
takwa adalah sebaik-baik bekal, terutama bekal ke akhirat. Sebagaimana firman
Allah :
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Hasyr
(59) : 18]
Ayat ini memberikan faedah bahwa takwa hanya bagi
orang beriman, takwa jembatan iman dan amal shaleh kemudian amal shaleh itu
menjadi bekal untuk akhirat yang akan dinilai Allah dan diberi balasan.
-------------------------
5 AMALAN
Keimanan yang disertai ketakwaan akan menghasilkan
amal shaleh. Ada lima jenis amal utama yang berasal dari lima hakikat hidup.
Empat amalan dari empat hakikat hidup di dunia dan satu amalan dari hakikat
akhir.
4 Amalan Dasar : Ilmu, Amal, Dakwah dan Sabar
Dari hakikat hidup untuk dirahmati, untuk ibadah,
sebagai khalifah dan dunia sebagai ujian, kita diwajibkan untuk berilmu,
beramal, berdakwah dan bersabar jika tidak ingin merugi. Sebagaimana firman
Allah :
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati
kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. [Al-Ashr (103) :
1-3]
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya “Al-Ushul
Ats-Tsalatsah” mengutip perkataan imam syafi’i yang berkata :
“Seandainya
Allah hanya menurunkan surat ini saja sebagai hujjah buat makhluk-Nya, tanpa
hujjah lain, sungguh telah cukup surat ini sebagai hujjah bagi mereka.”
Cukup sebagai hujjah karena keempat amalan dalam
ayat tersebut telah mencakup semua konsekuensi keempat hakikat hidup manusia di
dunia. Dimana ilmu sebagai dasar, amal sebagai pelaksanaan, dakwah sebagai
pengaruh dan sabar sebagai daya tahan dalam menjalankan ujian keimanan dari
Allah.
Syaikh menjelaskan pula bahwa keempat amal
tersebut adalah memahami, mengamalkan dan menyebarkan kebenaran serta bersabar
dalam menjalankan ketiganya. Keempat amalan ini disebut pula Azmil ‘umur
(perkara yang diutamakan). Sebagaimana nasehat Lukman kepada anaknya dalam
Al-Quran :
Dan (ingatlah)
ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar". [Luqman
(31) : 13]
(Lukman
berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan (azmil ‘umur). [Luqman (31) : 16-17]
Dalam ayat tersebut, Lukman mengawali nasihatnya
dengan ilmu dasar-dasar keimanan. Kemudian perintah untuk mendirikan shalat
yang merupakan amal lahiriah yang paling utama. Dilanjutkan untuk berdakwah dan
bersabar. Keempatnya nasehat tersebut merupakan empat amalan dasar.
1 Amalan Penyempurna : Taubat/ Inabah
Adapun satu amalan terakhir adalah kembali kepada
Allah yang dikenal dengan taubat/ inabah. Yaitu konsekuensi dari hakikat akhir
manusia kembali kepada Allah dan akhirat.
Taubat berfungsi sebagai penyempurna dari keempat
amalan sebelumnya. Karena dengan taubat manusia akan kembali ke empat amalan tersebut
apabila ia menyimpang. Sehingga manusia terhindar dari kerugian yang disebut
dalam surat Al-Ashr diatas. Allah berfirman :
Adapun orang
yang bertobat dan beriman, serta mengerjakan amal yang shaleh, semoga dia
termasuk orang-orang yang beruntung. [Al-Qashash (28) : 67]
Demikian pula dalam ayat lain, Allah mengganti
kesalahan orang yang bertaubat dengan kebajikan. Karena mereka sendiri telah
mengganti kesalahan mereka dengan bertaubat. Sedangkan taubat mengembalikan
mereka kepada empat amalan kebaikan. Allah berfirman :
kecuali
orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka kejahatan
mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal shaleh, maka
sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
[Al-Furqan (25) : 70-71]
Demikian Allah menyebut orang yang mengikuti
taubatnya dengan kebaikan sebagai orang yang sebenar-benarnya bertaubat. Bahkan
syarat taubat sendiri ada empat yang berasal dari dari empat amalan kebaikan.
Yaitu menyesal (tahu), berhenti/meninggalkan dosanya itu (amal),
menegakkan/mengembalikan hak (dakwah) dan bertekad tidak mengulang dosanya
kembali (sabar).
5 Penghalang
Untuk mengamalkan lima amalan diatas
dengan baik, ada lima penghalangnya yang harus kita hindari. Serta kita mohon perlindungan
Allah darinya. Sebagaimana doa yang diucapkan rasulullah :
Rasulullah
berdoa : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat,
dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari
doa yang tidak dikabulkan.”[HR Muslim]
Ilmu yang tidak bermanfaat menjauhkan kita dari
pemahaman yang benar. Hati yang tidak khusyu’ menurunkan kualitas amal kita.
Nafsu yang tidak pernah kenyang membuat kita hanya memikirkan diri sendiri dan
melupakan orang lain, apalagi untuk berdakwah. Sedangkan doa yang tidak
dikabulkan membuat sia-sia kesabaran kita yang sangat membutuhkan pertolongan
Allah.
Adapun penghalang kita untuk bertaubat yaitu
lingkungan yang buruk. Karena lingkungan yang buruk selalu membawa kita untuk
ikut berbuat buruk dan menghalangi kita bertaubat dan berbuat baik. Oleh karena
itu, jika kita benar-benar ingin kembali kepada Allah (taubat) maka kita harus
pula kembali ke lingkungan orang-orang yang dekat dengan Allah.
Rasulullah pernah berkisah tentang taubatnya
pembunuh 100 orang. Dia bertanya kepada seorang alim apakah taubatnya diterima.
Maka orang alim itu menjawab sekaligus memberi petunjuk agar taubatnya
sempurna. Alim itu berkata :
”Ya masih
diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat?
Pergilah engkau ke tempat begini-begini karena di sana terdapat sekelompok
manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan
janganlah kamu kembali ke tempatmu karena tempatmu adalah tempat yang buruk.”
[HR Bukhari dan Muslim]
D. Kesimpulan Konsekuensi
3 unsur keimanan
Unsur : pemahaman, kehendak dan perbuatan
Iman, takwa dan amal mengarah kepada tida unsur
keimanan. Yaitu pemahaman, kehendak dan perbuatan. Ketiganya adalah adalah tiga
unsur manusia. Sebagaimana contoh dari Rasulullah ketika menyampaikan
cabang-cabang iman. Beliau bersabda :
Iman memiliki
lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang, cabang yang
paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang
iman.[HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Dimana “Laa ilaaha illallah” adalah pemahaman,
menyingkirkan duri dari jalan adalah perbuatan dan malu adalah
perasaan/kehendak. Oleh karena itu ilmu agama terbagi menjadi tiga bidang utama
yaitu akidah untuk pemahaman, akhlah untuk kehendak dan fiqh untuk perbuatan.
Ada beberapa hal yang harus kita pahami tentang
ketiga unsur diri kita ini, diantaranya :
Kedudukan : dasar, penggerak, hasil
Pemahaman merupakan dasar seseorang beramal.
Kehendak sebagai penggeraknya. Sedangkan perbuata adalah hasil/buktinya.
Kewajiban : meyakini, menerima dan membenarkan
Agama mencakup ketiga unsur ini. Oleh karena itu
kita diwajibkan pemahaman kita yakin kepada setiap kebenaran yang disampaikan,
menerimanya dengan kehendak kita dan membenarkannya dengan perbuatan nyata.
Allah berfirman :
Dan siapakah
yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada
Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang
lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. [An-Nisa (4) : 125]
Ayat ini menjelaskan orang yang beragama dengan
benar adalah yang kehendaknya ikhlas kepada Allah, perbuatannya kebaikan dan
pemahamannya seperti agama Ibrahim (tauhid).
Bukti : hati, lisan dan badan
Sedangkan bukti dari keimanan seseorang adalah
membenarkan dalam hati, mengakui dengan lisan dan mengamalkan dengan seluruh
anggota badan. Pembenaran dengan hati dapat terlihat dengan ucapan-ucapan yang
selalu benar dan menyeru kepada kebenaran. Allah menjelaskan ketiga bukti ini
dalam firman-Nya :
Siapakah yang
lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri?" [Fushshilat (41) : 33]
Inti : tauhid, ikhlas dan mutaba’ah
Agama ini diturunkan untuk meluruskan ketiga unsur
manusia ini. oleh karena itu, inti agama ini agar manusia bertauhid, ikhlas dan
mutaba’ah (sesuai contoh rasul). Yaitu lurus dalam pemahaman, kehendak dan
perbuatan. Allah berfirman :
Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah (tauhid) dengan ikhlas dalam (menjalankan)
agama dengan lurus (mutaba’ah), [Al-Bayyinah (98) : 5]
Lawannya : syirik, kafir, munafik
Adapun kebalikan dari tga unsur keimanan adalah
tiga macam kekafiran yaitu syirik, kafir dan munafik. Syirik lebih diartikan
kepada kekafiran akibat kebodohan dan pemahaman yang menyimpang. Kafir sendiri
ditujukan bagi orang-orang yang jelas-jelas kehendaknya menolak kebenaran.
Sedangkan munafik secara lahir mengaku beriman namun perbuatanya mendustakan.
Sumber dari tiga kekafiran ini adalah menolak
petunjuk dari Allah. Padahal manusia Allah jadikan bersifat zhalim dan bodoh.
Namun Allah berkehendak untuk memberi rahmat kepada manusia berupa petunjuk dan
ampunan. Allah berfirman :
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat dzalim dan amat bodoh, sehingga Allah mengadzab orang-orang munafik
laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan
sehingga Allah menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al-Ahzab (33) : 72-73]
Allah menerangkan dalam ayat ini bahwa orang
munafik sebagai orang yang zhalim karena perbuatannya mendustakan kebenaran
sehingga merusak. Sedangkan orang-orang musyrik sebagai orang-orang bodoh.
Mereka adalah orang-orang kafir karena menolak petunjuk Allah. Adapun
orang-orang beriman kepada petunjuk, rahmat dan amanat Allah bagi mereka
ampunan dari Allah.
Lebih lanjut, mari kita
mengenal lebih rinci tiga unsur keimanan ini dalam dua inti keimanan; ibadah
dan bergantung kepada Allah (na’budu dan nasta’in).
Na’budu : iman, takwa dan amal shaleh
Ibadah adalah semua hal yang Allah ridhai.
Pemahaman yang Allah ridhai adalah iman. Kehendak yang Allah ridhai adalah
takwa. Sedangkan perbuatan yang Allah ridhai yaitu amal shaleh. Allah berfirman
:
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al-Hasyr
(59) : 18]
Dalam ayat lain Allah berfirman :
Tidak ada dosa
bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang shaleh karena memakan
makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman,
dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan
beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Al-Maidah (5) : 93]
Lawannya : kufur, maksiyat, fasad
Lawan iman, takwa dan amal shaleh (perbaikan)
adalah kufur, maksiyat dan fasad (merusak). Sebagaimana firman Allah :
Patutkah Kami
menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh sama
dengan orang-orang yang berbuat fasad (kerusakan) di muka bumi? Patutkah (pula)
Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat
maksiat? [Shad (38) : 28]
Ciri munafik : dusta, ingkar dan khianat
Orang-orang munafik yang mendustakan kebenaran
selalu menutupi kekufuran, maksiyat dan perbuatan fasadnya dengan ucapan dusta.
Yaitu mereka berkata dusta yang berdeda dengan hatinya yang kufur. Mereka
memperlihatkan kehendaknya yang maksiyat berupa ingkar kepada janji-janji yang
telah mereka ikat. Serta mereka berbuat fasad karena mereka mengkhianati amanat
yang dipercayakan kepada mereka. Rasul bersabda :
Tanda
orang-orang munafik ada tiga; Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji
ia ingkar, dan apabila diberi amanat (dipercaya) ia berkhianat. [HR Bukhari dan
Muslim]
Nasta’in : hidayah, taufiq dan inayah
Kita butuh pertolongan Allah agar
pemahaman, kehendak dan perbuatan kita
berada pada jalan yang lurus. Oleh karena itu kita memohon kepada-Nya
hidayah ilmu, taufik untuk selalu bertakwa dan inayah untuk beramal shaleh.
Sebagaimana kita selalu minta dalam shalat kita :
Tunjukilah kami
jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat. [Al-Fatihah (1) : 6-7]
Lawannya : sesat, fasik dan zhalim (kegelapan)
Sedangkan orang-orang yang menolak rahmat dari Allah adalah orang yang sesat
pemahamannya karena tidak dapat hidayah. Kehendak pun akan fasik dan
memperturutkan hawa nafsu tanpa taufik dari Allah. Sedangkan perbuatannya
adalah kezhaliman (kegelaman) karena tanpa petunjuk yang meneranginya. Allah
berfirman :
Tetapi orang-orang
yang zhalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang
akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka
seorang penolongpun. [Ar-Rum (30) : 29]
Kesimpulan
Kesimpulan dari ketiga unsur keimanan agar kita
memiliki paham yang selamat, kehendak yang amanat sehingga menghasilkan amal
yang manfaat. Alah berfirman :
Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu".
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah
itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas. [Az-Zumar (39) : 10]
Tidak mungkin kita memiliki ketiga unsur keimanan
ini kecuali kita beriman secara keseluruhan baik pemahaman, kehendak maupun
perbuatan kita. Sebagaimana Allah berfirman :
Hai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu. [Al-Baqarah (2) : 208]
Tingkatan iman
Tujuan dari ujian keimanan untuk mengetahui kadar
keimanan manusia. Ada tiga tingkatan keimanan yaitu Islam kemudian Iman dan
kemudian Ihsan. Allah berfirman :
Tidak ada dosa
bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang shaleh karena memakan
makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman,
dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan
beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat ihsan (kebajikan). [Al-Maidah (5) : 93]
Islam tingkatan orang yang tunduk dengan
mengerjakan amalan shaleh yang diperintahkan. Kemudian Iman tingkatan orang
yang meyakini kabar dan janji dari Allah kepada mereka. Sedangkan Ihsan
tingkatan orang yang selalu berkehendak berbuat kebaikan karena Allah.
Oleh karena itu, masing-masing tingkatan iman
memiliki rukun berupa amalan, keyakinan dan kehendak sebagaimana diterangkan
dalam sabda Nabi :
"Islam yaitu :
1. engkau
bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan Muhammad
itu utusan-Nya,
2. engkau
mendirikan shalat,
3. engkau
mengeluarkan zakat,
4. berpuasa
pada bulan Ramadhan dan
5. mengerjakan
haji ke Baitullah bila engkau mampu."
"(Iman) yaitu :
1.
engkau
beriman kepada Allah,
2.
kepada
malaikat-malaikat-Nya,
3.
kepada
kitab-kitab-Nya,
4.
kepada
rasul-rasul-Nya,
5.
kepada
hari kiamat, dan
6.
engkau
beriman kepada qadar yang baik dan buruk."
"(Ihsan) yaitu :
1.
engkau
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
[HR. Muslim]
1. Islam
Artinya berserah diri (tunduk) kepada
Allah. Islam adalah pembuka keimanan. Tanpa tunduk dan berserah diri kepada
Allah tidak akan manusia sampai kepada iman dan ihsan. Allah berfirman :
Orang-orang Arab
Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka):
"Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk
(Islam)", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala)
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
[Al-Hujarat (49) : 14]
Telah menjadi ketetapan Allah untuk
merahmati manusia. Oleh
karenanya Allah jadikan manusia lema dan bodoh. Agar Allah memberikan ilmu-Nya
(petunjuk) sehingga manusia mengetahui kebenaran. Namun jika manusia tidak
tunduk kepada petunjuk Allah serta merasa akalnya lebih tinggi dari ilmu Allah
maka tidak mungkin ia selamat.
Oleh karena itu rukun Islam terdiri dari
amalan dasar yang mudah terukur. Yaitu ucapan syahadat, shalat, zakat, puasa
dan haji. Terukur maksudnya tata caranya sangat jelas sehingga mudah bagi kaum
muslimin dan pemimpinnya melihat bukti keislaman seseorang. Sedangkan bagi
pelakunya sendiri mudah untuk melakukannya.
Rukun Islam juga berasal dari lima amalan
dasar. Syahadat dari ilmu, shalat dari amal, zakat dari dakwah (pengaruh),
puasa dari sabar dan haji dari kembali kepada Allah. Sehingga rukun Islam
melatih manusia menjalankan konsekuensi hakikat hidupnya.
2. Iman
Beriman artinya meyakini perkara-perkara
yang gaib dari Allah baik berita maupun janji-janji-Nya. Oleh karena itu, rukun
iman terdiri hal-hal yang gaib. Tujuannya agar manusia tunduk kepada Allah
serta bergantung kepada nikmat, petunjuk, ampunan, balasan dan pertolongan
Allah. Karena tidak ada yang mampu memberi manfaat dan mudharat kepada
seseorang kecuali dengan izin Allah. Allah berfirman:
Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi
mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu
kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. [Al-Maidah (5) : 105]
3. Ihsan
Adapun ihsan adalah selalu berusaha
melakukan yang terbaik untuk Allah. Melebihi apa yang kita lakukan untuk diri
kita sendiri dan orang-orang yang kita cintai. Mengutamakan Allah diatas
segalanya termasuk diri kita sendiri.
Rukun ihsan hanya satu yaitu beribadah
kepada Allah seolah-olah kita melihat-Nya atau kita merasa dilihat-Nya. Maka
hendaknya kita mengutamakan Allah dalam hati, ucapan dan perbuatan kita untuk
mengharapkan keridhaan-Nya.
Dalil ihsan di hati, Allah berfirman :
Katakanlah:
"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang fasik. [At-Taubah (9) : 24]
Dalil ihsan dalam ucapan sebagaimana
firman Allah :
Mereka bersumpah
kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridaanmu, padahal Allah dan
Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridaannya jika mereka adalah
orang-orang yang mukmin. [At-Taubah (9) : 62]
Sedangkan dalil tentang ihsan dalam
perbuatan, firman Allah :
Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. [Al-Baqarah (2) : 207]
Maraji
1.
Al-Qur’an
Al-Karim
2.
Muhammad
bin Abdul Wahhab, Al-Ushul Ats-Tsalatsah
3.
An-Nawawi,
Riyadhush Shalihin
4.
An-Nawawi,
Hadits Arba’in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar